Pemusnahan
Berawal
dari sebuah sejarah panjang perang di dunia kisah ini akan dimulai. Abad
pertengehan merupakan abad paling kelam dalam sejarah kehidupan kemanusiaan
saat ini. Abad dimana dunia timur mengalami era kelam dalam sejarah dunia. Era
ini di sebut Darkolrism.
“ Dwar…dwar… swiuw…der…der…”. Suara
gemerecak senjata perang yang berjatuhan di bumi ala mini. Suaranya memekikkan
telinga bagi siapa saja yang mendenganya. Bahkan sampai memekikkannya bias
mentulikan telinga yang sehat walafiat menjadi tuli. Suara itu berasal dari
para serdadu perang. Memang pada era ini suara senjata menjadi makanan
sehari-hari bagi telinga manusia.
“hwora….yaaaa… serang “. Suara
komando penyerangan. Suaranya terdengar sedikit tertutup dengan suara peluru-peluru
yang berjatuhan. Namun suara itu terdengar sangat jelas. Suaranya terdengar
beberapa kali saja yang kemudian menghilang di tengah berisiknya suara peluru.
Suara-suara seperti itulah yang
telah bergema hamper di seluruh dunia pada era ini. Beserta suasana yang sangat
mencekam pada saat itu. Bisa di katakana era itu merupakan era perusakan bagi
alam semesta.
“ Siap jendral laksanakan “. Suara
prajurit yang menerima perintah dari atasannya untuk segera memukul mundur
musuh yang dihadapi. “ Swuiew…..Dwar…dwar…” Suara tembakan meriam menghujan ke
bumi.
Di tempat lain di sekitar tempat
berlangsungnya peperangan itu terdapat suatu desa yang sangat kecil. Kehidupan
di desa itu pada awalnya sangat damai, aman dan sejahtera. Namun keadaan
tersebut seketika berubah seratus delapan puluh derajat. Suasana yang damai,
tentram dan aman kemudia berubah menjadi suasana yang begitu mencekam. Semua
warga di desa itu terperanjat, mata mereka melotot, telinga mereka membuka
selebar-lebarnya melihat dan mendengar kejadian itu. Salah seorang warga
bertanya kepada kepala desanya. “ Apakah itu wahai kepala desa ? “. Kepala desa
itu menjawab dengan sangat tenang pertanyaan warganya seakan ia mencoba untuk
menenangkan warganya dan dirinya .” Wahai paman ketahuilah itu pertanda mari
kita segera pindah dari tempat ini, mari kita segera berkemas-kemas
meninggalkan tempat ini.”. Mereka segera tahu bahwa itu merupakan peperangan
yang akan segera mendekat kearah desanya. Segeralah mereka semua bersiap-siap
mengungsi ke tempat lebih aman.
Dalam suasana tegang seperti itu
istri sang kepala desa sebenarnya sedang hamil tua. “Bapak…Bapak…Bapak…”. Sang
istri mencoba memanggil suaminya yang sedang berada di luar menenangkan para
warga. “ Ibu… ibu.. bapak sedang di luar… Tini panggilin ya ?”. Suara anak
kecil anak pertama dari pasangan itu. “ Tini.. tolong panggil bi Inah
sekalian…”. Suara istri kepala desa itu merintih menahan kesakitan. Ya, istri
kepala desa itu segera akan melahirkan, air ketubannya telah pecah beberapa
menit lalu. Ia kemudian berbaring di tempat tidurnya.
Tini kemudian bergegas menuju pintu
keluar memanggil sang ayah setelah ia member tahu bibi inah. “Ayah…ayah… ibu
yah..ibu….”. Sambil menarik tangan ayahnya Tini kebingungan melihat suasana
diluar. “Iya Tina ada apa ? Kenapa ibumu ? “. Sambil melihat Tini yang sedang
kebingungan, Kepala Desa itu mencoba menenagkan para warga yang sedang cemas
hati mereka. “ Pak jadi bagaimana ini ? suara mereka terdengar semakin mendekat
ke desa kita ini ?”. Seorang warga masih bertanya kebingungan. “ Ibu sakit
yah.. cepeat yah kesana yah…”. Tini terus mendesak Ayahnya supaya cepat
bergegas. Kepala Desa itu kemudian berpikir cepat untuk menemukan solusi.”
Begini bapak-bapak sekalian, tenangkan diri kalian terlebih dahulu…..”. Setelah
berbicara berhenti sejenak menghela nafas panjang kemudian berbicara kembali.”
Bapak-bapak ini situasi sudah sangat gawat, akan tetapi bapak-bapak harus tetap
tenangkan hatinya perbanyak berdoa kepada Yang Kuasa. Langkah selanjutnya
segeralah bapak-bapak sekalian berkemas-kemas dan kembali di rumah
masing-masing. Selanjutnya bersama anak dan istri bapak-bapak sekalian
segeralah berkumpul disini kita akan pergi mengungsi ke tempat yang lebih ama.
Perang disana suadah semakin dekat dengan desa ini, mau tidak mau kita harus
segera menyingkir supaya tidak terkena hempasan perang itu “. Menatap serius
kepada Kepala Desanya para warga tersebut kemudian pergi secepat mungkin pulang
kerumah masing-masing mengemasi barang-barang yang di butuhkan. “ Ayah cepat
masuk….ayo…” Tina terus menarik tangan ayahnya “. Setelah para warga pergi
Kepala Desa itu kemudian masuk bersama anaknya melihat keadaan istrinya.
Di kamar tidur ibu Tini sudah
terbaring dengan kain menutup setenagh tubuhnya kebawah. Di tempat tidur
tersebut juga ada bi Inah yang sedang duduk di bagian bawah kaki Ibu Tini.”
Terus nyonya terus…dorong…”.Bi Inah berbicara sambil melongok kedalam kain ibu
Tini. “Aaaa….aaaaa.aahhh …agghh “. Suara ibu Tini kesakitan. Iya itu suara
seorang ibu yang sedang melahirkan. Tini akan segera mempunyai seorang adik
baru.
Ayah Tini segera mungkin duduk di
sebelah istrinya menemani proses kelahirannya. “Ibu…ibu Tini udah bawakan
ayah.. ibu kenapa ?”. Dengan wajah yang masih polos Tini yang berada di sebelah
ayahnya bertanya kepada ibunya. Matanya bulat begitu polos dan menggemaskan
anak itu. Belum tahu banyak tentang apa-apa dunia ini. “ Tini ibumu jangan di
ganggu dulu…”. Ayah Tini menasehati Tini sambil membelai rambut anaknya itu.
Tini yang yang tetap penasaran tetap ingin bertanya kepada ibunya yang sedang
merintih menahan sakit. “ Ibu.. ibu.. kenapa ibu teriak-teriak.. ibu sakit apa
?”. Dengan wajah polos Tini tetap bertanya kepada ibunya sambil memegang dan
menggerak-gerakkan tangan ibunya. “ Sudah Tini… ibumu sedang melahirkan..
jangan di ganggu dulu.. nanti adikmu susah keluar “. Ayah Tini menasehatinya
sekali lagi sambil tetap mengelus kepalanya. Tini kemudian terdiam, namun dia
tetap penasaran, dalam pikirannya justru timbul pertanyaan baru lagi. “Adik
susah keluar ? Kenapa Tini menganggu ibu dan adik ? Mengapa Tini terus dilarang
Ayah ?”. Dalam hatinya masih terbetik pertanyaan-pertanyaan itu namun ia diam
mencoba untuk memahami keadaan yang sedang terjadi.
Setelah beberapa menit ibu Tini
berteriak-teriak merintih menahan sakit dan bi Inah yang terus berkata-kata
seperti menyemangati ibu Tini akhirnya selesailah proses bersalin itu. Ibu Tini
selesai menghadap proses panjang yang menyakitkan itu. Ibu Tini terlihat sangat
kelelahan dan kesakitan namun tersimpul senyuman dan linangan air mata
kebahagiaan pada waktu itu.”Ayah…ibu… itu adik ?”. Tini bertanyakembali dengan
wajah polosnya itu. “ Iya Tini ini adikmu yang baru…” Dengan senyum simpulnya
perlahan ibu Tini menjawab pertanyaan adiknya itu. Itulah kelahiran anak baru
pasangan Kepala Desa itu. Membuat semua yang berada di sekitarnya bahagia. Bi
Inah pun ikut tersenyum sambil menyeka airmata kebahagiaan. Ayah Tini tersenyum
kemudian mengazdanni anak baru itu, ibu Tini tetap tersenyum simpul kebahagiaan
dan Tini bersorak melompat-lompat kegirangan menyambut adik barunya.
Bersambung…..
1 Komentar untuk "NUSANTARA 1. Pemusnahan bagian 1"