NUSANTARA 1. Pemusnahan bagian 1



Pemusnahan

            Berawal dari sebuah sejarah panjang perang di dunia kisah ini akan dimulai. Abad pertengehan merupakan abad paling kelam dalam sejarah kehidupan kemanusiaan saat ini. Abad dimana dunia timur mengalami era kelam dalam sejarah dunia. Era ini di sebut Darkolrism.
            “ Dwar…dwar… swiuw…der…der…”. Suara gemerecak senjata perang yang berjatuhan di bumi ala mini. Suaranya memekikkan telinga bagi siapa saja yang mendenganya. Bahkan sampai memekikkannya bias mentulikan telinga yang sehat walafiat menjadi tuli. Suara itu berasal dari para serdadu perang. Memang pada era ini suara senjata menjadi makanan sehari-hari bagi telinga manusia.
            “hwora….yaaaa… serang “. Suara komando penyerangan. Suaranya terdengar sedikit tertutup dengan suara peluru-peluru yang berjatuhan. Namun suara itu terdengar sangat jelas. Suaranya terdengar beberapa kali saja yang kemudian menghilang di tengah berisiknya suara peluru.
            Suara-suara seperti itulah yang telah bergema hamper di seluruh dunia pada era ini. Beserta suasana yang sangat mencekam pada saat itu. Bisa di katakana era itu merupakan era perusakan bagi alam semesta.
            “ Siap jendral laksanakan “. Suara prajurit yang menerima perintah dari atasannya untuk segera memukul mundur musuh yang dihadapi. “ Swuiew…..Dwar…dwar…” Suara tembakan meriam menghujan ke bumi.
            Di tempat lain di sekitar tempat berlangsungnya peperangan itu terdapat suatu desa yang sangat kecil. Kehidupan di desa itu pada awalnya sangat damai, aman dan sejahtera. Namun keadaan tersebut seketika berubah seratus delapan puluh derajat. Suasana yang damai, tentram dan aman kemudia berubah menjadi suasana yang begitu mencekam. Semua warga di desa itu terperanjat, mata mereka melotot, telinga mereka membuka selebar-lebarnya melihat dan mendengar kejadian itu. Salah seorang warga bertanya kepada kepala desanya. “ Apakah itu wahai kepala desa ? “. Kepala desa itu menjawab dengan sangat tenang pertanyaan warganya seakan ia mencoba untuk menenangkan warganya dan dirinya .” Wahai paman ketahuilah itu pertanda mari kita segera pindah dari tempat ini, mari kita segera berkemas-kemas meninggalkan tempat ini.”. Mereka segera tahu bahwa itu merupakan peperangan yang akan segera mendekat kearah desanya. Segeralah mereka semua bersiap-siap mengungsi ke tempat lebih aman.
            Dalam suasana tegang seperti itu istri sang kepala desa sebenarnya sedang hamil tua. “Bapak…Bapak…Bapak…”. Sang istri mencoba memanggil suaminya yang sedang berada di luar menenangkan para warga. “ Ibu… ibu.. bapak sedang di luar… Tini panggilin ya ?”. Suara anak kecil anak pertama dari pasangan itu. “ Tini.. tolong panggil bi Inah sekalian…”. Suara istri kepala desa itu merintih menahan kesakitan. Ya, istri kepala desa itu segera akan melahirkan, air ketubannya telah pecah beberapa menit lalu. Ia kemudian berbaring di tempat tidurnya.
            Tini kemudian bergegas menuju pintu keluar memanggil sang ayah setelah ia member tahu bibi inah. “Ayah…ayah… ibu yah..ibu….”. Sambil menarik tangan ayahnya Tini kebingungan melihat suasana diluar. “Iya Tina ada apa ? Kenapa ibumu ? “. Sambil melihat Tini yang sedang kebingungan, Kepala Desa itu mencoba menenagkan para warga yang sedang cemas hati mereka. “ Pak jadi bagaimana ini ? suara mereka terdengar semakin mendekat ke desa kita ini ?”. Seorang warga masih bertanya kebingungan. “ Ibu sakit yah.. cepeat yah kesana yah…”. Tini terus mendesak Ayahnya supaya cepat bergegas. Kepala Desa itu kemudian berpikir cepat untuk menemukan solusi.” Begini bapak-bapak sekalian, tenangkan diri kalian terlebih dahulu…..”. Setelah berbicara berhenti sejenak menghela nafas panjang kemudian berbicara kembali.” Bapak-bapak ini situasi sudah sangat gawat, akan tetapi bapak-bapak harus tetap tenangkan hatinya perbanyak berdoa kepada Yang Kuasa. Langkah selanjutnya segeralah bapak-bapak sekalian berkemas-kemas dan kembali di rumah masing-masing. Selanjutnya bersama anak dan istri bapak-bapak sekalian segeralah berkumpul disini kita akan pergi mengungsi ke tempat yang lebih ama. Perang disana suadah semakin dekat dengan desa ini, mau tidak mau kita harus segera menyingkir supaya tidak terkena hempasan perang itu “. Menatap serius kepada Kepala Desanya para warga tersebut kemudian pergi secepat mungkin pulang kerumah masing-masing mengemasi barang-barang yang di butuhkan. “ Ayah cepat masuk….ayo…” Tina terus menarik tangan ayahnya “. Setelah para warga pergi Kepala Desa itu kemudian masuk bersama anaknya melihat keadaan istrinya.
            Di kamar tidur ibu Tini sudah terbaring dengan kain menutup setenagh tubuhnya kebawah. Di tempat tidur tersebut juga ada bi Inah yang sedang duduk di bagian bawah kaki Ibu Tini.” Terus nyonya terus…dorong…”.Bi Inah berbicara sambil melongok kedalam kain ibu Tini. “Aaaa….aaaaa.aahhh …agghh “. Suara ibu Tini kesakitan. Iya itu suara seorang ibu yang sedang melahirkan. Tini akan segera mempunyai seorang adik baru.
            Ayah Tini segera mungkin duduk di sebelah istrinya menemani proses kelahirannya. “Ibu…ibu Tini udah bawakan ayah.. ibu kenapa ?”. Dengan wajah yang masih polos Tini yang berada di sebelah ayahnya bertanya kepada ibunya. Matanya bulat begitu polos dan menggemaskan anak itu. Belum tahu banyak tentang apa-apa dunia ini. “ Tini ibumu jangan di ganggu dulu…”. Ayah Tini menasehati Tini sambil membelai rambut anaknya itu. Tini yang yang tetap penasaran tetap ingin bertanya kepada ibunya yang sedang merintih menahan sakit. “ Ibu.. ibu.. kenapa ibu teriak-teriak.. ibu sakit apa ?”. Dengan wajah polos Tini tetap bertanya kepada ibunya sambil memegang dan menggerak-gerakkan tangan ibunya. “ Sudah Tini… ibumu sedang melahirkan.. jangan di ganggu dulu.. nanti adikmu susah keluar “. Ayah Tini menasehatinya sekali lagi sambil tetap mengelus kepalanya. Tini kemudian terdiam, namun dia tetap penasaran, dalam pikirannya justru timbul pertanyaan baru lagi. “Adik susah keluar ? Kenapa Tini menganggu ibu dan adik ? Mengapa Tini terus dilarang Ayah ?”. Dalam hatinya masih terbetik pertanyaan-pertanyaan itu namun ia diam mencoba untuk memahami keadaan yang sedang terjadi.
            Setelah beberapa menit ibu Tini berteriak-teriak merintih menahan sakit dan bi Inah yang terus berkata-kata seperti menyemangati ibu Tini akhirnya selesailah proses bersalin itu. Ibu Tini selesai menghadap proses panjang yang menyakitkan itu. Ibu Tini terlihat sangat kelelahan dan kesakitan namun tersimpul senyuman dan linangan air mata kebahagiaan pada waktu itu.”Ayah…ibu… itu adik ?”. Tini bertanyakembali dengan wajah polosnya itu. “ Iya Tini ini adikmu yang baru…” Dengan senyum simpulnya perlahan ibu Tini menjawab pertanyaan adiknya itu. Itulah kelahiran anak baru pasangan Kepala Desa itu. Membuat semua yang berada di sekitarnya bahagia. Bi Inah pun ikut tersenyum sambil menyeka airmata kebahagiaan. Ayah Tini tersenyum kemudian mengazdanni anak baru itu, ibu Tini tetap tersenyum simpul kebahagiaan dan Tini bersorak melompat-lompat kegirangan menyambut adik barunya. 



Bersambung…..

Bagikan :
+
Previous
Next Post »
1 Komentar untuk "NUSANTARA 1. Pemusnahan bagian 1"
This comment has been removed by a blog administrator. - Hapus

Powered by Blogger.
 
Template By Kunci Dunia
Back To Top